BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Setiap
anak dilahirkan kedunia ini dalam keadaan fitrah, artinya manusia
lahir membawa fitrah beragama dan potensi berbuat baik. Fitrah inilah yang
membedakan antara manusia dan makhluk Allah lainnya. Fitrah dan potensi yang
sudah ada semenjak dilahirkan itu tidak akan berkembang secara optimal tanpa
adanya pemeliharaan dan bimbingan. Bimbingan untuk pengembangan fitrah dan
potensi yang masih berupa bibit atau benih itu dapat melalui proses pendidikan.
Seorang anak harus dipandu dan diarahkan agar mereka tidak menyimpang
dari fitrah dan potensinya yang sudah mereka bawa semenjak lahir dengan
memberikan pendidikan.
Kegiatan
dan proses pendidikan dapat terjadi dalam tiga lingkungan yaitu keluarga,
sekolah dan masyarakat. Ketiga lingkungan ini harus bekerja sama dan saling mendukung
untuk hasil yang maksimal dalam membentuk kepribadian seorang anak yang baik
dan sholeh. Lingkungan pertama yang punya peran adalah lingkungan
keluarga, disinilah anak dilahirkan,di rawat dan dibesarkan. Disinilah proses
pendidikan berawal, orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak. Orang
tua adalah guru agama, bahasa dan sosial pertama bagi anak, kenapa
demikian? Karena orang tua (ayah) adalah orang yang pertama kali melafazdkan
adzan dan iqomah ditelinga anak di awal kelahirannya. Orang tua adalah orang
yang pertama kali mengajarkan anak berbahasa dengan mengajari anak mengucapkan
kata ayah, ibu, nenek, kakek dan anggota keluarga lainnya. Orang tua adalah
orang yang pertama mengajarkan anak bersosial dengan lingkungan
sekitarnya.
Orang
tua, ibu khususnya karena seorang ibu yang biasanya punya banyak waktu bersama
anak dirumah, bisa menjadi guru yang baik bagi anak-anaknya, jika seorang ibu
mampu mengarahkan, membimbing dan mengembangkan fitrah dan potensi anak secara
maksimal pada tahun-tahun pertama kelahiran anak dimana anak belum disentuh
oleh lingkungan lain, dalam artian anak masih suci.
Masa-masa
anak hanya berinteraksi dengan anggota keluarga, ini adalah saat yang tepat
bagi orang tua untuk membentuk karakter seorang anak. Orang tualah yang
mengarahkan kehidupan anak dengan kebiasaan yang dilakukan sehari-hari dirumah
yang merupakan teladan bagi anak. Disadari atau tidak oleh orang tua,
gerak-gerik dan tingkah laku mereka sehari-hari yang setiap waktu bahkan setiap
saat dilihat, dirasakan dan di dengar oleh anak adalah proses belajar bagi
mereka.
Kalau
materi yang sering diterima anak baik, sebuah keluarga yang harmonis, hubungan
yang hangat dan penuh kasih sayang, secara otomatis unsur-unsur kebaikan
itu akan tertransfer kedalam diri anak, disaat itu bisa dikatakan orang tua
telah berhasil menjadi seorang guru yangbaik bagi anaknya. Namun jika
materi yang sering diterima anak tidak baik, seperti kekerasan dalam rumah
tangga, perhatian dan kasih sayang yang kurang karena orang tua sibuk dengan
urusan masing-masing, ucapan-ucapan yang tidak baik, disaat itu orang tua telah
gagal menjadi guru pertama dan utama bagi anak.
Proses
kehidupan dalam sebuah keluarga adalah proses belajar pertama bagi anak sebelum
mereka hidup dalam lingkungan yang lebih luas yaitu sekolah dan masyarakat.
Oleh karena itu,seharusnya setiap orang tua harus mampu memanfaatkan masa-masa
ini untuk mengembangkan potensi anak untuk membentuk pribadi yang sempurna. Setiap
oarng tua selalu mengatakan dan berharap punya anak yang baik dan sholeh. Jadi
untuk mewujudkan keinginan dan harapan itu, jadilah orang tua sekaligus guru
bagi anak dirumah, dengan menyajikan materi-materi yang mereka butuhkan yaitu suasana
yang tenang tanpa pertengkaran dan kekerasan, kasih sayang dan perhatian yang
cukup dari sosok seorang ibu dan ayah (jadilah ayah dan ibu ideal bagi
anak-anak anda).
Selanjutnya
pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga
masyarakat dan pemerintah. Sehingga orang tua tidak boleh menganggap bahwa
pendidikan anak hanyalah tanggung jawab sekolah. Orang tua sebagai
lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga
pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses
pendidikan. Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi
anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama,
karena sebagian besar kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga
pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga. Menurut
Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, bahwa
keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi dalam
perkembangan kepribadian anak dan mendidik anak di rumah serta fungsi
keluarga atau orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah.
Bagi
seorang anak , keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan
perkembangannya. Menurut resolusi Majelis Umum PBB fungsi utama keluarga
adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan
anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan
fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan
yang sehat guna tercapainya keluarga yang sejahtera.
Menurut
pakar pendidikan, William Bennett, keluarga merupakan tempat yang paling
awal dan efektif untuk menjalankan fungsi departemen kesehatan, pendidikan, dan
kesejahteraan.Apabila keluarga gagal untuk mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan
untuk menjadi yang terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar, maka akan sulit
sekali bagi institusi-institusi lain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Mengapa keluarga
merupakan pendidik yang pertama dan utama ?
2. Bagaimana
Keluarga menjadi pendidik yang pertama dan utama ?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan
keluarga sebagai pendidik yang pertama dan utama.
2. Menjelaskan
peranan keluarga dalam mendidik anak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Keluarga
Keluarga (bahasa
Sansekerta: "kulawarga"; "ras" dan "warga" yang
berarti "anggota")adalah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang
masih memiliki hubungan darah. Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari
sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan,
kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut.
Keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap
dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Salvicion dan Celis (1998) di
dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu
rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing
dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
2.2 Peranan
Keluarga Dalam Pendidikan
Pendidikan
merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga masyarakat dan pemerintah.
Sehingga orang tua tidak boleh menganggap bahwa pendidikan anak hanyalah
tanggung jawab sekolah. Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama
dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya
disinilah dimulai suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua berperan
sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan
lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam
keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam
keluarga.
Menurut
Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, “bahwa
keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi dalam
perkembangan kepribadian anak dan mendidik anak di rumah serta
fungsi keluarga/orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah”.
Para sosiolog meyakini bahwa keluarga memiliki peran penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa, sehingga mereka berteori bahwa keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat, sehingga jika keluarga-keluarga yang merupakan fondasi masyarakat lemah, maka masyarakat pun akan lemah. Oleh karena itu, para sosiolog meyakini bahwa berbagai masalah masyarakat seperti kejahatan seksual, kekerasan yang merajalela, serta segala macam kebobrokan di masyarakat merupakan akibat dari lemahnya institusi keluarga.
Bagi seorang anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut resolusi Majelis Umum PBB fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga yang sejahtera.
Menurut pakar pendidikan, William Bennett, keluarga merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi departemen kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan. Apabila keluarga gagal untuk mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi institusi-institusi lain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidik karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah.
Untuk membentuk karakter anak diperlukan syarat-syarat mendasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik. Menurut megawangi ada 3 kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi, yaitu maternal bonding, rasa aman, dan stimulasi fisik dan mental. Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya) merupakan dasar penting dalam pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan dalam pembentukan dasar kepercayaan kepad orang lain (anak). Kelekatan ini membuat anak merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa aman sehingga menumbuhkan rasa percaya.
Menurut Erikson, dasar kepercayaan yang ditumbuhkan melalui hubungan ibu-anak pada tahun-tahun pertama kehidupan anak akan memberi bekal bagi kesuksesan anak dalam kehidupan sosialnya ketika ia dewasa. Dengan kata lain, ikatan emosional yang erat antara ibu-anak di usia awal dapat membentuk kepribadian yang baik pada anak. Kebutuhan akan rasa aman yaitu kebutuhan anak akan lingkungan yang stabil dan aman. Kebutuhan ini penting bagi pembentukan karakter anak karena lingkungan yang berubah-ubah akan membahayakan perkembangan emosi bayi. Pengasuh yang berganti-ganti juga akan berpengaruh negatif pada perkembangan emosi anak.
Menurut Bowlby, normal bagi seorang bayi untuk mencari kontak dengan hanya 1 orang (biasanya ibu) pada tahap-tahap awal masa bayi. Kekacauan emosi anak yang terjadi karena tidak adanya rasa aman ini diduga oleh para ahli gizi berkaitan dengan masalah kesulitan makan pada anak. Tentu saja hal ini tidak kondusif bagi pertumbuhan anak yang optimal. Kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental juga merupakan aspek penting dalam pembentukan karakter anak. Tentu saja ini membutuhkan perhatian yang besar dari orang tua dan reaksi timbal balik antara ibu dan anaknya.
Menurut pakar pendidikan anak, seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari seringnya ibu melihat mata anaknya, mengelus, menggendong, dan berbicara kepada anaknya) terhadapanaknya yang berusia dibawah 6 bulan akan mempengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi anak yang gembira, antusias mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikannya anak yang kreatif.
Sedangkan Menurut Popov
dan kawan-kawan (1997), orang tua dapat berperan sebagai :
a. Educator yaitu
bisa menciptakan dan menyadari adanya teach able momentdalam keluarga.
b. Autority yaitu
bisa mengembangkan batas-batas normatif.
c. Guide yaitu
bisa share your skills kepada anak-anak.
d. Conselor yaitu
mampu memberi dukungan pada anak ketika mengalami dilema moral.
Keberhasilan
keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan pada anak sangat
tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola
asuh dapat didefinisikan sebagaipola interaksi antara anak dengan orang tua
yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti: makan, minum, dan lain-lain)
dan kebutuhan psikologis (seperti: rasa aman, kasih sayang), serta sosialisasi
norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras
dengan lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi
orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak.
2.3
Tujuan Pendidikan Keluarga
Tujuan
pendidikan keluarga adalah memelihara, melindungi anak sehingga dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik. Keluarga merupakan kesatuan hidup bersama yang
utama dikenal oleh anak sehingga disebut lingkungan pendidikan utama.
Proses
pendidikan awal di mulai sejak dalam kandungan. Latar belakang sosial ekonomi
dan budaya keluarga, keharmonisan hubungan antar anggota keluarga, intensitas
hubungan anak dengan orang tua akan sangat mempengaruhi sikap dan perilaku
anak. Keberhasilan anak di sekolah secara empirik sangat dipengaruhi oleh
besarnya dukungan orang tua dan keluarga dalam membimbing anak.
2.4
Fungsi Pendidikan Keluarga
Menurut
MI Soelaeman (1978) keluarga memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai
berikut :
a. Fungsi
edukatif adalah yang mengarahkan keluarga sebagai wahana pendidikan pertama dan
utama bagi anak-anaknya agar dapat menjadi manusia yang sehat, tangguh, maju
dan mandiri sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan yang semakin tinggi.
b. Fungsi
sosialisasi anak adalah keluarga memiliki tugas untuk mengantarkan dan
membimbing anak agar dapat beradaptasi dengan kehidupan sosial (masyarakat),
sehingga kehadirannya akan diterima oleh masyarakat luas.
c. Fungsi
proteksi (perlindungan) adalah keluarga berfungsi sebagai wahana atau tempat
memperoleh rasa nyaman, damai dan tentram seluruh anggota keluarganya.
d. Fungsi
afeksi (perasaan) keluarga sebagai wahana untuk menumbuhkan dan membina rasa
cinta dan kasih sayang antara sesama anggota keluarga dan masyarakat serta
lingkungannya.
e. Fungsi
religius keluarga sebagai wahana pembangunan insan-insan beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermoral, berahlak dan berbudi pekerti luhur sesuai
dengan ajaran agamanya.
f. Fungsi
ekonomi adalah keluarga sebagai wahana pemenuhan kebutuhan ekonomi fisik dan
materil yang sekaligus mendidik keluarga untuk hidup efisien, ekonomis dan
rasional.
g. Fungsi
rekreasi, keluarga harus menjadi lingkungan yang nyaman, menyenangkan, cerah,
ceria, hangat dan penuh semangat.
h. Fungsi
biologis, keluarga sebagai wahana menyalurkan kebutuhan reproduksi sehat bagi
semua anggota keluarganya.
2.5
Ruang Lingkup Pendidikan Keluarga
Untuk
mengetahui ruang lingkup pendidikan keluarga dapat diketahui
dari pertanyaan “Sampai berapa jumlah tanggung jawab keluarga dalam
mendidik anak?” tampaknya ruang lingkup tidak terbatas. Sejak anak dalam kandungan,
orang tua sudah bertanggung jawab penuh atas keselamatan dan perkembangan anak.
Tanggung jawab orang tua terhadap perkembangan dan pendidikan anaknya tampaknya
lebih berpangkal pada tanggung jawab instingtif dan moral. Dan akan bertambah
ringan, apabila anak sudah mampu berdiri sendiri karena pada akhirnya orang tua
harus “melepaskan“ anaknya, supaya mampu berdiri dan tidak lagi tergantung
kepada orang tuanya.
2.6
Pentingnya Pendidikan Dalam Keluarga
Urgensi
dan strateginya penguatan institusi keluarga sebagai wahana pengembangansumber
daya manusia. Brean Frenbrenner dalam Syakrani (2001) mengemukakan bahwa
sejak dulu keluarga menjadi wahana pembentukan karakter dan
keterampilan dasar manusia.Bahkan Brenner dan Couts menjabarkan
lebih luas bahwa keluarga yang tangguh bersama lembaga keagamaan dan politik
akan menjadi pilar penyangga terbentuknya civil society.
Betapa
pentingnya pendidikan keluarga bagi anak-anak yang sedang berkembang.
Pentingnya pembentukan sumber daya manusia berbasis keluarga juga bisa dilihat
dari konsep investment in children memahami perlunya penguatan
keluarga sebagai wahana pengembangan sumber daya manusia dari sudut pandang
orientasi nilai dan perkembangan daya nalar anak.
2.7
Strategi Pendidikan Keluarga
Pendekatan
pendidikan keluarga adalah secara terpadu, seimbang antara
pendekatan endogenous (menimbulkan diri dalam) dan conditing
(pembiasaan, mempengaruhi dari luar) serta enforcement
(pemaksaan). Anak-anak dalam keluarga sangat kuat proses identifikasinya
kepada orang tua dalam berbagai tingkah laku, cara berfikir dan cara menyikapi
tentang suatu keadaan. Di samping faktor keteladanan, faktor pembiasaan yang
didasarkan atas cinta kasih merupakan sarana atau alat pendidikan
yang besar pengaruhnya bagi pembentukan budi pekerti dan moral.
Di
dalam keluarga yang religius terjadi interaksi interpersonal yang bernilai
sosial edukatif dan religius. Dan pendidikan agama itu perlu disesuaikan dengan
taraf kematangan anak, tingkat penalaran, emosi, bakat, pengetahuan dan
pengalamannya. Orang tua yang efektif dalam proses pendidikan ditentukan oleh
kemampuannya dalam membimbing dan mengarahkan serta memecahkan
persoalan-persoalan secara demokratis.
Strategi
lain dalam mengembangkan pendidikan dalam keluarga adalah dengan konsep tumbuh
kembang anak yang pertumbuhan fisik dan otak serta perkembangan motorik,
mental, sosio-emosional dan perkembangan moral spiritual. Ada 3 konsep penting
yang mencakup aktivitas yakni pola asuh, pola asah dan pola
asih. Strategi yang dapat digunakan oleh orang untuk mengembangkan
moral dan keterampilannya, yaitu :
a.
Bantulah anak untuk menemukan sendiri tujuan hidupnya.
b.
Bantulah anak mengembangkan perilaku yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan hidupnya.
c.
Jadilah figur ideal bagi anak dalam berperilaku.
d.
Beri semangat dan gugah hati anak untuk berperilaku terpuji.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Keluarga
Merupakan Pendidik Pertama dan Utama
Pendidikan
keluarga dipandang sebagai pendidikan pertama dan utama. Dikatakan pendidikan
pertama karena bayi atau anak itu pertama kali berkenalan dengan
lingkungan serta mendapat pembinaan pada keluarga. Pendidikan pertama ini dapat
dipandang sebagai peletak fondasi pengembangan-pengembangan berikutnya.
Pendidik perlu bertindak secara hati-hati pada pendidikan pertama ini. Kalau
tidak, bias memberikan dampak yang kurang baik pada perkembangan-perkembangan
berikutnya.
Karena
sifat pekanya perkembangan-perkembangan pada awal ini membuat pendidikan ini
dikatakan sebagai pendidikan yang utama. Kepekaan perkembangan-perkembangan
awal ini tidak hanya menyangkut psikologi, tetapi juga fisiologi. Dengan kata
lain pertumbuhan jasmani pada fase-fase awal ini juga sangat peka. Memang
pertumbuhan jasmani dan perkembangan jiwa anak-anak berkaitan satu dengan yang
lain. Kalau dalam kedokteran ada dalil yang mengatakan kualitas makanan yang
diberikan kepada anak balita akan menentukan kualitas kecerdasan atau kemampuan
mereka kelak, maka dalam pendidikan ada konsep yang mengatakan bagaimana
perlakuan terhadap anak 4 tahun ke bawah seperti itulah jadinya anak itu
setelah dewasa. Dari dalil itu muncul himbauan agar keluarga member makanan
bergizi kepada anak balita agar otaknya tumbuh dengan sempurna. Begitu pula
konsep di atas membuat para orang tua memperlakukan anak-anak kecil itu dengan
baik, penuh kasih saying agar anak itu menjadi orang yang berguna kelak.
Namun
informasi yang diterima oleh orang tua berat sebelah. Informasi tentang
pentingnya memberikan makanan bergizi kepada balita lebih banyak diterima
dibandingkan dengan informasi tentang pentingnya memperlakukan anak-anak dengan
baik. Buktinya kini semakin banyak anak sehat dan cerdas, tetapi masih banyak
sekali anak-anak nakal yang membuat berbagai kerusuhan. Kenakalan ini sebagian
besar disebabkan oleh perlakuan lingkungan yang tidak benar, antara lain
terlalu keras atau disiplin kaku, kurang diperhatikan, kurang kasih sayang,
terlalu diberi kebebasan, dan sebagainya.
Kenyataan
di atas tampaknya bertalian dengan kurang intensifnya pengembangan pendidikan
keluarga itu sendiri. Pendidikan keluarga, memang belum ditangani seperti pada
pendidikan jalur sekolah. Sehingga masuk akal kalau sebagian besar keluarga
tidak paham tentang cara mendidik anak-anak dengan benar. Walaupun isi pendidikan
itu sebagian besar ditekankan pada pengembangan afeksi, seperti kerajinan,
kejujuran, kesetiaan, toleransi, disiplin, gotong royong, keimanan, ketakwaan,
menghormati orang tua, bisa berterima kasih, suka menolong, dan sebagainya. Di
sini tampak masih ada yang belum terselesaikan sampai sekarang, di satu pihak
dipandangkan pendidikan ke keluarga adalah yang pertama dan utama namun di
pihak lain macam pendidikan ini tidak ditangani secara utama atau
diterlantarkan.
Oleh
karena itu, keluarga adalah institusi yang sangat berperan dalam rangka
melakukan sosialisasi, bahkan internalisasi, nilai-nilai pendidikan. Meskipun
jumlah institusi pendidikan formal dari tingkat dasar sampai ke jenjang yang
paling tinggi semakin hari semakin banyak, namun peran keluarga dalam
transformasi nilai edukatif ini tetap tidak tergantikan.
Karena
itulah, peran keluarga dalam hal ini tidak ringan sama sekali. Bahkan bisa
dikatakan,bahwa tanpa keluarga nilai-nilai pengetahuan yang didapatkan di
bangku meja formal tidak akan ada artinya sama sekali. Sekilas memang tampak
bahwa peran keluarga tidak begitu ada artinya, namun jika direnungkan lebih
dalam, siapa saja akan bisa merasakan betapa berat peran yang disandang keluarga.
Problem
yang dialami oleh anak jalanan untuk memperoleh pendidikan salah satunya adalah
minusnya, karena tidak adanya peran keluarga. Kalaupun akhirnya
mereka bersekolah, mereka hanya mendapatkan pengetahuan formal saja. Sementara
kasih sayang, sopan santun, moralitas, cinta dan berbagai nilai afektif lainnya
sulit mereka dapatkan. Mereka merasa tidak ada tempat yang baik untuk
berlindung dan mengungkapkan seluruh perasaan secara utuh dan bebas.
Umumnya
mereka tidak memiliki keluarga yang mengemban peran tersebut. Kalaupun mereka
memiliki keluarga, tidak ada situasi yang kondusif untuk saling berbagi
perasaan antar anggota dalam sebuah keluarga. Ini merupakan salah satu
kesulitan yang dihadapi oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang mencoba
memberdayakan ‘anak jalanan’. Mungkin persoalan sulitnya bagaimana dia
mendapatkan pendidikan secara formal, tidak sesulit bagaimana dia memperoleh
kasih sayang sejati.
Dari
paparan di aatas kita bisa mengerti betapa penting peran keluarga
dalam rangka mengemban misi-misi pendidikan tidak bisa diabaikan. Di dalam
keluarga tercermin jalinan kasih dan cinta dalam mana ikatan emosional, darah
dan kekerabatan sangat mendominasi. Dengan demikian, keluarga merupakan pendidik
pertama dan utama bagi anak-anaknya. Sebagian orang secara tidak sadar
mengatakan bahwa sebenarnya peran keluarga adalah sekunder, alias hanya menjadi
pelengkap saja. Sebab pengetahuan formal sudah mereka dapatkan di bangku
sekolahan. Logika ini tidak saja keliru secara etis, tapi juga patut
dipertanyakan pula pandangan moralnya terhadap keluarga. Yang logis, keluarga
justru merupakan institusi pendidikan pertama dan utama, kemudian baru
dilengkapi dengan nilai-nilai pengetahuan yang didapatkan dari bangku
sekolahanataupun masyarakat.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan
di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan wahana pertama dan
utama bagi pendidik karakter anak, pertumbuhan, dan perkembangan anak. Apabila
keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit
bagi institusi-institusi lain di luar keluarga termasuk sekolah ataupun
masyarakat untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk
karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter.
Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa
sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah.
Posting Komentar